Total Pageviews

Sunday, February 13, 2011

Tahukah kamu, laki - laki itu begitu mencintaiku.. (Part.1)

Dalam sebuah malam pembukaan pameran, kami bertemu. Hanya bertemu begitu saja, sebuah perkenalan yang biasa, dan beberapa detik percakapan. Aku berkarya, dia berkarya. Mata bertemu mata, saling bersitatap se per sekian detik, yang mungkin berarti, ‘KLIK..! suatu hari kita akan bertemu lagi..’.

Merapi. Pentas-pentas di antara pengungsi, secangkir kopi, mempertemukan kami kembali. Dari malam ke malam, dari ruas-ruas jalan di mana abu tebal bertebaran, dari alam yang basah karena hujan, dari secangkir kopi yang menghangatkan, dan obrolan-obrolan menjelang pagi, yang katamu romantis.

Romantis sekaligus manis. Entah apa yang membawa kami sampai di Kalasan pagi itu, berjalan tanpa alas kaki, menyusuri kali yang airnya dingiiin sekali, berkecipak-cipak, dan bercanda dengan aliran air yang tumpah ruah di pinggiran jalan. Pagi masih lembut berselimut kabut, bias-bias cahaya tampak redup.

Suara aliran air gemericik asik. Begitu pun kami, asik saja duduk di pematang, memandang merapi dari kejauhan. Sesekali kami berimajinasi, saling melempar imaji dari berbagai bentuk gumpalan awan. Merapi tampak begitu indah dan jelas dari persawahan Kalasan. Kami diam, asik memandang alam pagi, yang sangat jarang kami temui.

Kebisuan melanda, keusilan menjelma. Setelah lama terduduk dan terdiam, otak jahilnya keluar. Ternyata kamu tipikal laki-laki yang usil bin ajaib. Bagaimana tidak, sosok lelaki misterius dan serius yang tercipta di kepala, sontak hilang karna ulah jahilnya. Mulai dari melempar rumput, menciprat air yang mengembun, hingga meleletkan lumpur basah di kaki dan tanganku. Peperangan pun di mulai, dan tawa kami terburai mengukir indah pagi.

Matahari tampak bersinar di langit timur, bulat sempurna seperti kuning telur, dan ukurannya tampak sebesar lingkar ban dokar. Indaah sekali. Mempesona bola mata kami yang mulai sayup karena kantuk. Kami berjalan bergandengan menyusuri pematang untuk pulang.

Aku tak tahu, mungkin kamu tak tahu, mungkin kami sama – sama tak tahu, mungkin..!, itu yang ada dipikiranku. Tapi hari – hari penuh abu waktu itu, tetap tampak berwarna bagiku. Entah apa namanya, tapi kurasa kami menikmati setiap waktu yang tercipta bersama. (to be continued..)

No comments:

Post a Comment