Total Pageviews

Monday, February 14, 2011

Tahukah kamu..? Laki-laki itu, begitu mencintaiku. (Part. 2)

Waktu mempertemukan kami, waktu mendekatkan kami, entah bagaimana caranya, waktu menyatukan kami. Bukan sebuah perjalanan yang lancar dan biasa – biasa saja, ini luar biasa. Penuh tantangan, rintangan, dan cobaan. Tapi kami telah sepakat, dan belajar mengarungi dunia bersama.

Tahukah kamu, laki – laki itu begitu mencintaiku, itu lah yang kubaca dari sorot matanya. Bagaimana aku bisa tahu..? Kamu pasti bertanya – tanya. Kamu tak akan percaya betapa ia mencintaiku, dan hanya ingin menyimpanku untuknya saja.

Aku seperti boneka Minmin di cerita komik Jepang, yang akan berubah jadi boneka kecil jika tertidur. Dan untuk mengubahku kembali jadi manusia, dia harus menciumku terlebih dulu. Dia bisa menyimpanku di saku bajunya, dan membawaku serta kemana saja, tak akan ada seorang pun yang melihatku, karena dia hanya ingin aku di dunianya saja, berdua saja, hanya ada aku dan dia.

Ada saat, dimana aku bisa merasakan ketakutan memeluknya erat, begitu kuat, hingga bisa membuatnya berpikir kalap. Saat begitu, aku hanya bisa diam, memilih untuk diam lebih tepatnya, hingga reda gejolak jiwanya. Meskipun harus basah pipi ini, harus pening kepala ini, tapi satu yang aku tahu, semua ini karena dia begitu menyayangiku, sebuah perasaan takut kehilangan, yang mungkin hanya aku dan dia yang bisa memahaminya.

Saat kalut mulai tenang, kutarik dalam udara di luar, kukumpulkan sisa – sisa tenaga untuk merangkai kata. Tak bisa kusembunyikan isakku yang tertahan dalam gelap ruang, kurasa dia tahu, karena suaraku tampak berat bergetar. Kujelaskan perlahan, kusentuh jemarinya pelan, aku mendekat, dan semakin mendekat, kurengkuh hangat tubuhnya, lalu kukecup lembut pipinya, kugenggam erat kedua telapak tangannya dan kutatap matanya lekat - lekat, seraya berkata, ‘aku minta maaf sayang, karena sudah membuatmu marah..’. Masih kupandang kedua bola matanya yang marah, entah apa yang sedang bergejolak di dadanya.

Dia diam, lalu tiba – tiba merengkuh tubuh kecilku dan dipeluknya erat, sangat erat, hingga dadaku terasa sesak. Laki – laki itu berbisik, ‘aku minta maaf sayang..’, seraya mengecupku bertubi – tubi, dan memelukku lebih erat lagi.

Hujan seketika turun, mendamaikan, mendinginkan. Sesak yang menghimpit seketika hilang mendengar kata maaf darinya. Rasa nyaman yang tak tertahan aku rindukan, mungkin terdengar berlebihan, tapi percayalah, saat lelaki itu marah, 1 jam rasanya seperti setahun tak bertemu. Segaris senyum menggores wajahku.

Kutarik tubuhku dari peluknya, kutatap wajahnya lekat, tampak senyum mengembang di pipinya, senyum yang membuatku jatuh cinta, yang terpancar di indah sorot matanya. ‘Aku senang, akhirnya kau kembali menyenangkan, jangan galak – galak sih, cepet tua loh..’ kelakarku menggoda, seraya menghambur ke pelukannya, mengecup pipinya, dan berbisik, ‘jangan takut, aku tidak akan kemana – mana sayang. Trust me.. Aku tak akan pernah pergi jika bukan kau yang menghendaki..’. (to be continued)

No comments:

Post a Comment