Total Pageviews

Sunday, February 27, 2011

Malam hujan..

Jakarta lepas tengah malam,
ricik air dan hembusan angin membungkam,
langit gelap,
seolah-olah air turun dari dekat,
jam satu lewat,
malam terasa begitu senyap,
mengalun harmoni kesunyian,
berdetik-detik seperti jarum jam antik,
menggelitik asik,
memecah kesunyian,
membungkam malam,
hujan,
lelapkan aku di peraduan.

Aurea Anda, @home, 02:30am, 14 Februari 2011.

Saturday, February 26, 2011

Huruf..

Huruf – huruf berserakan dalam ruang layar datar,
membentuk kata dan bunyi,
bunyi hati,
bunyi sunyi,
berbisik berisik,
mengusik – usik asik,
huruf – huruf berserakan,
berantakan,
membentuk kata tanpa makna,
tanpa rasa,
tanpa jiwa,
hampa,
meluncur dari rongga mulutnya,
datar dan nanar,
bunyi hati yang sunyi bernyanyi,
menanti tiga kata yang berarti.

Aurea Anda, @home, 27 Februari 2011, 12:20am

Kita..

Jika engkau laut, maka aku adalah pantai.
Jika engkau mata, maka aku adalah telinga.
Kita tidak sama, tapi kita satu.
Satu hati, satu rasa, satu jiwa.
Karena satu itu menggenapkan, sedangkan dua melenyapkan.

Aurea Anda, @ home, 26 Februari 2011, 11:01pm

Nyanyian bisu

Jakarta pagi,
oksigen dan insect-insect dalam ruangan 5x5m ini tiba-tiba beku,
termasuk diriku,
kelu membisu,
otak buntu,
jemari kaku,
tubuh mulai membiru,
seperti mayat yang terbujur kaku,
kudapati diriku melayang,
pulang,
sebuah senyuman mengantar,
disertai lambaian tangan,
cahaya terang datang menerjang,
seperti pelukan hangat ibu yang rindu,
nyanyian pagi menjemput hari,
mengantar malam yang kurindukan.

Aurea Anda, @home

Thursday, February 17, 2011

Purnama yang menari, tersenyum wajahnya berseri - seri..

Purnama yang menari, tersenyum wajahnya berseri – seri, menerangi gelap malam, mempesonakan, memabukkan, aku dan catatan - catatan, menunggumu datang,
membawa cerita sepanjang perjalanan, dan kecupan.

Purnama yang menari, tersenyum wajahnya berseri – seri, menerangi langitmu kekasihku, disepanjang jalan perkotaan, hingga lorong – lorong gelap pemukiman, hadirkan kehangatan, dari bius dingin angin malam.

Purnama yang menari, tersenyum wajahnya berseri – seri, mempertemukan jiwa - jiwa kelana, bermandikan cahaya surga, dibuai dimanja, laksana raja dan ratu bertahta, di Istana Kerajaan Cahaya.

Purnama yang menari, tersenyum wajahnya berseri – seri, puas hati melukis indah alam mimpi, raga - raga yang terlelap lelah, di peraduan hati.

Aurea Anda, @home, 18 Februari 2011, 06:56am

Monday, February 14, 2011

Tahukah kamu..? Laki-laki itu, begitu mencintaiku. (Part. 2)

Waktu mempertemukan kami, waktu mendekatkan kami, entah bagaimana caranya, waktu menyatukan kami. Bukan sebuah perjalanan yang lancar dan biasa – biasa saja, ini luar biasa. Penuh tantangan, rintangan, dan cobaan. Tapi kami telah sepakat, dan belajar mengarungi dunia bersama.

Tahukah kamu, laki – laki itu begitu mencintaiku, itu lah yang kubaca dari sorot matanya. Bagaimana aku bisa tahu..? Kamu pasti bertanya – tanya. Kamu tak akan percaya betapa ia mencintaiku, dan hanya ingin menyimpanku untuknya saja.

Aku seperti boneka Minmin di cerita komik Jepang, yang akan berubah jadi boneka kecil jika tertidur. Dan untuk mengubahku kembali jadi manusia, dia harus menciumku terlebih dulu. Dia bisa menyimpanku di saku bajunya, dan membawaku serta kemana saja, tak akan ada seorang pun yang melihatku, karena dia hanya ingin aku di dunianya saja, berdua saja, hanya ada aku dan dia.

Ada saat, dimana aku bisa merasakan ketakutan memeluknya erat, begitu kuat, hingga bisa membuatnya berpikir kalap. Saat begitu, aku hanya bisa diam, memilih untuk diam lebih tepatnya, hingga reda gejolak jiwanya. Meskipun harus basah pipi ini, harus pening kepala ini, tapi satu yang aku tahu, semua ini karena dia begitu menyayangiku, sebuah perasaan takut kehilangan, yang mungkin hanya aku dan dia yang bisa memahaminya.

Saat kalut mulai tenang, kutarik dalam udara di luar, kukumpulkan sisa – sisa tenaga untuk merangkai kata. Tak bisa kusembunyikan isakku yang tertahan dalam gelap ruang, kurasa dia tahu, karena suaraku tampak berat bergetar. Kujelaskan perlahan, kusentuh jemarinya pelan, aku mendekat, dan semakin mendekat, kurengkuh hangat tubuhnya, lalu kukecup lembut pipinya, kugenggam erat kedua telapak tangannya dan kutatap matanya lekat - lekat, seraya berkata, ‘aku minta maaf sayang, karena sudah membuatmu marah..’. Masih kupandang kedua bola matanya yang marah, entah apa yang sedang bergejolak di dadanya.

Dia diam, lalu tiba – tiba merengkuh tubuh kecilku dan dipeluknya erat, sangat erat, hingga dadaku terasa sesak. Laki – laki itu berbisik, ‘aku minta maaf sayang..’, seraya mengecupku bertubi – tubi, dan memelukku lebih erat lagi.

Hujan seketika turun, mendamaikan, mendinginkan. Sesak yang menghimpit seketika hilang mendengar kata maaf darinya. Rasa nyaman yang tak tertahan aku rindukan, mungkin terdengar berlebihan, tapi percayalah, saat lelaki itu marah, 1 jam rasanya seperti setahun tak bertemu. Segaris senyum menggores wajahku.

Kutarik tubuhku dari peluknya, kutatap wajahnya lekat, tampak senyum mengembang di pipinya, senyum yang membuatku jatuh cinta, yang terpancar di indah sorot matanya. ‘Aku senang, akhirnya kau kembali menyenangkan, jangan galak – galak sih, cepet tua loh..’ kelakarku menggoda, seraya menghambur ke pelukannya, mengecup pipinya, dan berbisik, ‘jangan takut, aku tidak akan kemana – mana sayang. Trust me.. Aku tak akan pernah pergi jika bukan kau yang menghendaki..’. (to be continued)

Sunday, February 13, 2011

Tahukah kamu, laki - laki itu begitu mencintaiku.. (Part.1)

Dalam sebuah malam pembukaan pameran, kami bertemu. Hanya bertemu begitu saja, sebuah perkenalan yang biasa, dan beberapa detik percakapan. Aku berkarya, dia berkarya. Mata bertemu mata, saling bersitatap se per sekian detik, yang mungkin berarti, ‘KLIK..! suatu hari kita akan bertemu lagi..’.

Merapi. Pentas-pentas di antara pengungsi, secangkir kopi, mempertemukan kami kembali. Dari malam ke malam, dari ruas-ruas jalan di mana abu tebal bertebaran, dari alam yang basah karena hujan, dari secangkir kopi yang menghangatkan, dan obrolan-obrolan menjelang pagi, yang katamu romantis.

Romantis sekaligus manis. Entah apa yang membawa kami sampai di Kalasan pagi itu, berjalan tanpa alas kaki, menyusuri kali yang airnya dingiiin sekali, berkecipak-cipak, dan bercanda dengan aliran air yang tumpah ruah di pinggiran jalan. Pagi masih lembut berselimut kabut, bias-bias cahaya tampak redup.

Suara aliran air gemericik asik. Begitu pun kami, asik saja duduk di pematang, memandang merapi dari kejauhan. Sesekali kami berimajinasi, saling melempar imaji dari berbagai bentuk gumpalan awan. Merapi tampak begitu indah dan jelas dari persawahan Kalasan. Kami diam, asik memandang alam pagi, yang sangat jarang kami temui.

Kebisuan melanda, keusilan menjelma. Setelah lama terduduk dan terdiam, otak jahilnya keluar. Ternyata kamu tipikal laki-laki yang usil bin ajaib. Bagaimana tidak, sosok lelaki misterius dan serius yang tercipta di kepala, sontak hilang karna ulah jahilnya. Mulai dari melempar rumput, menciprat air yang mengembun, hingga meleletkan lumpur basah di kaki dan tanganku. Peperangan pun di mulai, dan tawa kami terburai mengukir indah pagi.

Matahari tampak bersinar di langit timur, bulat sempurna seperti kuning telur, dan ukurannya tampak sebesar lingkar ban dokar. Indaah sekali. Mempesona bola mata kami yang mulai sayup karena kantuk. Kami berjalan bergandengan menyusuri pematang untuk pulang.

Aku tak tahu, mungkin kamu tak tahu, mungkin kami sama – sama tak tahu, mungkin..!, itu yang ada dipikiranku. Tapi hari – hari penuh abu waktu itu, tetap tampak berwarna bagiku. Entah apa namanya, tapi kurasa kami menikmati setiap waktu yang tercipta bersama. (to be continued..)

Monday, February 7, 2011

Selamat Ulang Tahun Ibu Dwi Tartiyasa

Malam,
aku coba mengingat,
pertemuan demi pertemuan.

Pertemuan pertama,
pertemuan kedua,
ketiga,
dan seterusnya,
dan seterusnya.

Dari hari ke hari,
dari malam ke malam,
dari kota ke kota,
dari pentas ke pentas,
dari obrolan ke obrolan,
dari perjamuan ke perjamuan,
dari perayaan ke perayaan.

Mungkin ananda belum banyak mengenal ibu,
pertemuan demi pertemuan begitu saja berlalu.

Ibu,
terkadang bibir ini menjadi kelu,
membisu di hadapanmu,
mungkin ananda masih malu.

Baru saja ananda mendengar kabar itu,
SELAMAT ULANG TAHUN IBU,
hanya untaian doa dan kata,
yang bisa ananda persembahkan untukmu.

Ibu,
dedikasimu menyeruak hari hingga senja,
meski lelah menggores di wajah ayu-mu,
tak ada keluh meluncur dari lisanmu,
ibu tetap tersenyum,
setia mendampingi bapak,
juga anak – anak.

Jika ibu berkenan,
ijinkan ananda bermunajat kepada Tuhan,
semoga ibu sehat dan bahagia sepanjang zaman.

peluk cium sayang,
Ananda.

Aurea Anda, @home, Senin, 7 Februari 2011, 11:30 pm

Sunday, February 6, 2011

Sebuah Monolog Kamar Mandi.. "GONG"

Malam,
gending, tembang macapat, kethoprak, dan arak-arakan masyarakat menyambut perayaan.

Aku tidak tahu betul, apa lakon pementasan semalam. Tapi ada satu dialog, yang membuatku sontak tertawa sinis, meringis, hingga menangis.

Singkat cerita,
tembang-tembang dilantunkan, gamelan dimainkan..

*GONG..


# "Pakne..pakne..aku ki telat lho..!" merajuk suaminya dengan wajah bingung..

## "HEE..??? TELAAT..??" raut wajah sang suami tak kalah bingung..

# "Iyo pakne, 2 minggu. Kemarin iku aku wis nang dokter, kata pak dokter umure wis sesasi pakne."

dengan wajah inosen bercerita perihal kehamilannya..

## "Loh koq wis sesasi to dek..?? Lha emange biasane le menstruasi ki tanggal piro..?"

wajah sang suami semakin bingung..

# "Terakhir yo tanggal 26 November kemarin kui pakne.." wajah istri semakin tampak inosen..

## "sek..sek..sek..Deek, lha awak dewe ki bukannya baru rabi tanggal 10 Desember 2010 kemarin to dek..?? kalau adek wis telat 2 minggu, lak kudune adek iku baru nembung kangmas perihal kehamilan adek itu, nanti tanggal 9 Januari 2011. Sekarang ini kan baru tanggal 31 Desember to dek..?"

raut wajah sang suami tampak berpikir keras, lalu berubah warna KAGET atau BINGUNG, entahlah apa lebih tepatnya..seraya berkata

"Lha berarti, janin yang ada di dalam rahimmu iku anakke sopo..????????"

*GONG..


5 menit menjelang tengah malam,
hening kurasa, meski suara tawa, gamelan, dan tembang-tembang berkumandang.

Ingin ku, menangis, bersujud, mengucap syukur terima kasih pada-MU TUHAN, karena ini semua LUAR BIASA.

Inilah doa-ku yang terkabul..

"Aku ingin pulang membawa tenang, membawa senang."

Aku kembali tertawa,
meringis hingga menangis,
mengingat semua cerita.

Kethoprak ataupun Realita,
adalah panggung sandiwara,
rekayasa cerita,
hanyalah fiktif belaka,
entah siapa yang punya motif,
dengan aktor dan artis yang fantastis,

SELAMAT..! Pementasannya LUAR BIASA..!
sungguh terasa nyata.

Lepas tengah malam,
suara tawa dan tepuk tangan bersahutan.

"Selamat Tahun Baru sayang.."
It's a new year, with all brand new..


Hidup baru, semangat baru, harapan baru, mimpi baru, pencapaian baru, karya baru, dan masa depan yang baru.

Kutatap malam,
langit gelap,
pekat,
hanya ada satu bintang,
tepat di atas kepalaku,
mungkin itu sebuah restu.

Sekali lagi Gong itu dibunyikan..

*GONG..

Aurea Anda

Hujan abu di kotaku

Hujan abu di kotaku,
turun mengendap-endap,
dalam malam gelap.

Hujan abu di kotaku,
turun mengendap-endap,
saat masyarakat tertidur lelap.

Hujan abu di kotaku,
turun mengendap-endap,
dalam diam dingin pekat.

Hujan abu di kotaku,
turun mengendap-endap,
ada rasa takut menyelinap.

Hujan abu di kotaku,
turun mengendap-endap,
menguntai doa dan harap.

Aurea Anda, @kost, Sabtu, 30 Oktober 2010, 03:00 am

Di batas langit senja

Di batas langit senja,
kulihat awan bergerak berarak - arak,
kurasakan langit berotasi atasku,
aku diam,
dan kudapati tubuhku melayang,
menari bersama angin,
berkejaran dengan layang - layang,
mengejar pesawat melesat - lesat,
bermain di atas awan,
dan tertimpa indah cahaya senja,
bercanda dengan burung - burung gereja,
melihat kota Jakarta,
tertawa gembira,
sore ceria.

Aurea Anda, @loteng, Minggu, 6 Februari 2011, 06:12pm

Saturday, February 5, 2011

Senja

Senja,
untaian doa dan puji,
bergema dalam ruang – ruang suci,
angin diam,
burung – burung kecil berlarian pulang ke sarang,
malam datang,
perempuan hujan kesepian,
duduk sendiri,
di sudut ruang sunyi,
berdendang bernyanyi,
menghibur hati,
habiskan malam sendiri.

Aurea Anda, @Home, 30 Januari 2011, 04:27 am

Friday, February 4, 2011

Cita - cita mu apa..?

Malam hujan, gemericik air di luar, hembusan angin, nyanyian indah kesunyian, kureguk sempurna, aroma tanah basah, daun basah, ranting basah, alam basah. Hening malam, kulihat diriku di balik jendela kamar, basah, bermain bersama bulir – bulir air yang tampak menetes dari kejauhan malam. Kusibak tirai jendela, kuperhatikan, aku menari bersama hujan dalam kegelapan malam, kemana saja kau hujan selarut ini baru datang..? aku bisa saja mati kedinginan bermain hujan di tengah malam, atau kau sengaja datang larut untuk mengusir nyamuk – nyamuk nakal, dan memeluk dingin mimpi – mimpi peraduan, akh, apalah alasannya tak jadi soal, aku senang kau datang, sehingga aku tak perlu kipas angin untuk mendinginkan ruang kamar, dan mengoleskan autan.

Kulihat tubuhku kembali pada kenyataan, diam menatap layar putih, dengan kursor yang berkedip – kedip mencuri pandang, belum ada satu pun kata disana, KOSONG. Secangkir kopi menghangatkan malam, kureguk nikmatnya kopi buatan sendiri, mencoba menyenangkan hati, bolehlah sekali – kali, toh beberapa kawan sudah coba menguji dan mencicipi, dan hasilnya cukup teruji. Mungkin suatu hari, boleh juga punya warung kopi sendiri, tempat berkumpul kawan – kawan pecinta seni, atau siapa pun pecinta kopi. Aku tersenyum, geli sendiri, MIMPI..!!

Kembali pada kenyataan layar putih yang masih kosong, yang mungkin sedang menanti sedari tadi, untaian kata kutorehkan di halaman putihnya. Aneh, saat kebanyakan manusia berlomba – lomba memuluskan dan memutihkan kulitnya, layar ini malah menanti kucoret – coret sebanyak - banyaknya, atau bahkan kalau perlu kuberi warna. Akh, pikiran liar alam bawah sadar yang sembarangan, mungkin aku sudah edan, memikirkan hal – hal yang tidak masuk akal, khayal. Yah namanya juga berimajinasi, mimpi, bukannya ini jam nya bermimpi..? Bermimpilah sebelum mimpi itu dilarang, kenapa musti takut..? Wong ga bayar, jadi teringat pertanyaan yang sama dari seorang kawan.

‘Cita – cita mu, ingin jadi apa..?’ aku terdiam, berfikir cukup lama untuk menjawab pertanyaannya, dan tawanya terburai melihat wajahku yang semakin bingung melihat tawanya yang terbahak - bahak, ‘wong cuma tinggal jawab aja koq bingung, Cuma disuruh mimpi aja koq ga brani, wong ga disuruh bayar..GRATIIISS..!!’, katanya. Dan tawanya kembali membahana, tawa yang lebih mirip ekspresi keprihatinan terhadap mental manusia bangsa ini, yang mungkin sudah tak banyak lagi, yang berani punya mimpi.

Bagaimana dengan kamu, cita – citamu apa..? :)


Best Regard,
Aurea Anda

@Home, 4 February 2011, 03:49 am