Total Pageviews

Monday, November 28, 2011

Kamu Teristimewa

Suka atau duka,
bayangan tetaplah sebuah bayangan,
bayang hitam yang tlah berlalu.
Kemarin, hari ini, dan nanti,
tak pernah ingin ku kembali,
tak satu titik pun ingin kuingat lagi,
tak satu celah masa pun kubiarkan membayangi.
Karena hari ini, aku punya kamu,
dan esok pun, kuingin tetap begitu,
hanya ada kamu dan aku,
hiasi cerita anak cucu kita,
karena kamu-lah yang teristimewa.

Aurea, @home, 28 November 2011, 7.23pm

Sunday, November 20, 2011

Teman Purnama

Hei.. Purnama..?!
Sungguhkah kau ingin aku menggoreskan suka..?
Bisakah kau kirimkan satu kemasan es krim dan mengajakku jalan - jalan..?!
Aku merasa sangat bosan..!
Ingin sekali menghirup segar udara malam,
atau pun karbon perkotaan,
setidaknya racun yang berbeda dari yang kuhisap sekarang,
dan aku sungguh bosan..!
Ooh.. rembulan, bawalah aku terbang..

Aurea Anda, 12 November 2011, 4.15am

Monday, November 14, 2011

Dua Purnama yang Hampa

Dua Purnama yang hampa,
hanya angin yang menyapa,
'aku ingin membawamu terbang' katanya,
tapi ia tetap terdiam,
seperti malam yang kelam,
'ayolah, aku ingin mengajakmu terbang ke bulan, agar kau tersenyum secantik pesonanya' , katanya,
tetapi ia tetap terdiam di kursi beranda kamar tanpa senyuman,
seorang pencuri datang mengambil goresan indah di wajah,
kini muram warna mukanya,
angin pun ikut gerah,
lirih sebaris kata bicara,
'seindah apa pun Purnama,
tak akan pernah sempurna,
tanpa kehadirannya..'


Aurea Anda, @home, 12 November 2011, 3.50am

Aku dan Purnama

Aku dan Purnama,
dia berdiri di sana,
segaris pintu kamar,
pesonanya jelas terasa,
jelas teraba kedua mata,
kebahagiaankah yang ada di sana..?
sehingga membius pesona berpasang mata..?
aku tak tahu,
apa yang membuatnya datang,
segaris pintu kamar,
tidak biasa,
mungkin sekedar menyapa,
berbagi cahaya bersama,
mungkin dilihatnya kegelapan di lingkar mata,
dan raut muka tak lagi bercahaya,
lalu sekedar bertanya,
'apa kabar hei anak manusia..?'
lalu seketika itu juga berlalu pergi berganti matahari,
dan kudapati, aku hanya seorang diri,
dalam hidup yang tak pasti

Aurea Anda, @home, 12 November 2011, 4am

Tuesday, September 20, 2011

Panggilan Rindu

Terbangun oleh ibu dimimpiku,
waktu tak terlihat semu,
sebuah scene tentang proses belajar,

kataku kepada ibu,

"aku pikir, aku sudah tak perlu terima raport lagi, hmm.. lama juga ya belajar..? akh.. Lelah."

lalu aku terbangun dengan untaian doa yang panjang,
mengganti iche trisnawati yang lamat lamat menghilang,
dan tangis pilu memecah kesunyian,
ingat kamu, dan ibu.

@Home, Aurea Anda, 1 Juli 2011, 5:54 am

Aku melihat,

Aku melihat ibu,
selalu menunggu ayah di depan pintu penuh rindu,
apakah ayah merasakan hal yang sama pada ibu..?
bekerja paruh waktu karena tak sabar rindu bertemu ibu.

Aku melihat ayah,
tiba di depan pintu dengan setangkai bunga selalu,
senyum beradu rindu,
sebuah kecupan buat mata dunia tersipu,

Aku melihat ayah dan ibu,
diantara daun pintu rumahku,
gerbang dua dunia yang berpadu,
daun pintu saksi bisu.

Aurea Anda, @ Home, 21 September 2011, 1:00 am

Sunday, July 3, 2011

Antara Aku, Kamu dan Ibu

Terbangun oleh ibu dimimpiku,
waktu tak terlihat semu,
sebuah scene tentang proses belajar,

kataku kepada ibu,

"aku pikir, aku sudah tak perlu terima raport lagi, hmm.. lama juga ya sekolah..? akh.. Lelah.."

lalu aku terbangun dengan untaian doa yang panjang,
mengganti iche trisnawati yang lamat lamat menghilang,
dan tangis pilu memecah kesunyian,
ingat kamu, dan ibu.

@Home, Aurea Anda, 1 Juli 2011, 5:54 am

Saat Hening

Dipintu-Mu aku mengetuk,
bersimbah darah,
sangaat lelah,
bermandikan peluh,
tanpa keluh.

@Home, Aurea Anda, 2 Juli 2011, 1:52 am

Nyanyian Sunyi

Waktu begitu semu,
seolah tak ada titik temu,
Ya.. TUHAN-ku,
lelah aku dalam pusaran waktu,
tunjukkanlah yang nyata oleh mata,
dan yang pasti oleh hati,
agar jiwa tak resah,
dan mantap dalam langkah,
dalam hening cahaya lilin,

TUHAN pun berkata..

"Demi waktu matahari naik perlahan, dan demi malam dalam kesunyian, AKU tiada meninggalkanmu, dan tiada pula benci kepadamu, sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari pada permulaan, kelak AKU pasti kan berikan."

@Home, Aurea Anda, 2 Juli 2011, 3:41 pm

Penantian (1)

Lelah, enggan melangkah,
biarkan sepi temani sendiri,
diam bersama malam.

@Home, Aurea Anda, 2 Juli 2011, 7:48pm

Siksa Rindu

rindu itu luka tanpa kata,
yang menyayat hening malam jadi rintihan kesunyian,
teriaak jiwa berontak,
terisak diantara derasnya arus doa diseluruh pelosok dunia,
aku benci sang waktu,
yang mencuri kamu dari pandangan mataku,
dan membuat segalanya menjadi semu,
aku rindu,
aku mau kamu,
jangan kau siksa jiwa,
goreskan saja luka pd raga,
aku akan tahan sakitnya,
tapi jiwa,
bisa gila karena rindu yang membara.

@Home, Aurea Anda, 3 Juli 2011, 6.45am

Penantian (2)

Hari berganti,
tak jua kabar yang kunanti,
pagi membungkus malam diam-diam,
dan jadilah terang,
aku masih terjaga sayang,
kalau kalau kau datang mengetuk pintu kamar,
membawa sebentuk rindu,
untukku,
hanya untukku..

@Home, Aurea Anda, 3 Juli 2011, 7.45 am

Monday, June 27, 2011

Nyala Hening

Aku hanya berbisik asik,
dan menyalakan sebuah lilin pada altar,
yang kubuat di dipojok kamar,
aku yakin KAU dengar,
aku yakin KAU tahu,
aku yakin KAU mampu,
wahai Sang Maha Cinta,
katakan YA jika benar,
katakan TIDAK jika salah,
agar kami tidak salah melangkah.

@Home, Aurea Anda, 28 Juni 2011, 12.30 am

Aku melihat

Aku melihat diriku di dirimu, wajahmu, matamu, jiwamu.
Kamu dan aku adalah KITA, yang terpisah waktu nan semu.
Tubuh terus berkelana mencari pasangan jiwanya.
Aku disini sayang, mengikuti intuisi, melangkahkan kaki,
dan berhenti, tepat di pintumu, saat kau terbangun.
Saat itu lah aku tahu, kau kekasih jiwaku, yang tlah lama hilang.
Meski tubuh dan jiwa amnesia, tapi hati tidak mati,
terus bersinergi, mengaitkan dua jiwa kelana.
Tubuh dan jiwa, kini menyatu dalam rasa, bahagia.

@Home, Aurea Anda, 27 Juni 2011, 3:40 pm

Sunday, April 3, 2011

2 Musim

2 musim berlalu, berlalu begitu saja,
hujan-ku, kemarau-ku,
tak lagi saling menyapa, tak lagi saling menyela,
tak lagi saling merindu, tak lagi saling mencinta,
rumah itu kini sepi, sendiri,
melewati 2 musim tanpa arti, tanpa diri,
tanpa jiwa, merana, hampa,
angin bergerak, awan berarak,
air jatuh mengaduh, gelap datang menggantang,
sunyi, sepi, nyanyian malam tanpa bintang,
2 musim berlalu, lenyap dalam sekejap.

Aurea Anda, @Home, 3 April 2011, 11.30pm

Friday, April 1, 2011

Perempuan dan Peranan

Tulisan ini saya dedikasikan untuk para perempuan di seluruh penjuru dunia, dan semua yang lahir dari rahim ibu,

Malam beranjak larut, saat aku tersadar cahaya langit semakin surut. Bisik angin terdengar seperti teriakan yang memabukkan dan mencekam. Kulihat jam weker di meja kerjaku, jarum pendeknya mendekati angka dua, dan jam panjangnya nyaris di angka dua belas. Jakarta serasa kampung halaman penghujung malam ini. Angin berkejaran layaknya sepasang kekasih yang sedang di mabuk kasmaran. Saling peluk, saling serang, saling sikut, saling tendang, saling lumat, saling ikat, saling teriak riuh, hingga gaduh. Tampaknya tak hanya dunia kucing yang sedang musim kawin, kemungkinan ini musim yang sama untuk angin.

Obrolan angin sampai di telingaku, berisik asik di pengawal bulan ini. April, bulan kelahiranku, bulan kelahiran Kartini sang perempuan sejati, pahlawan kaumku, perempuan. Aku teringat ibu, wanita yang melahirkanku, pahlawan sejatiku.

Mendekati jam dua pagi waktu Bandung 27 tahun yang lalu, adalah saat – saat mulas melanda perut ibu. Kata ibu, aku lahir menjelang pagi, subuh, saat matahari hendak merekah memberi berkah. Tentunya, Tuhan mengirimkanku ke dunia untuk memberi arti layaknya mentari, cahaya penerang dunia. Karenanya kakek memberiku nama Nur, yang berarti cahaya. Meski kata ibu aku harus berkali – kali berganti nama, karena demam selalu melanda tubuh kecilku, namun aku sama sekali tidak ingat, kapan terakhir kali aku merasakan nikmatnya ritual bubur merah bubur putih waktu itu.

Tidak banyak juga yang aku ingat tentang ibu di usiaku saat itu, karena sosoknya lebih sering menghilang dari pandangan. Beberapa yang terekam baik justru yang tidak baik, kebiasaannya membangunkan tidurku hingga aku terjatuh di tangga rumah suatu pagi, satu suapan kecil saat jam makan yang tak pernah habis tergilas gigi, pukulan kecil yang menggurat nadi, omelan yang tak berpangkal, dan pekerjaan rumah yang selalu menunggu. Meski begitu, aku selalu merindukan ibu, karna masakannya yang selalu mengingatkanku untuk pulang. Hanya dalam racikan tanganya aku bisa merasakan tulus kasih sayang, karena meski pukulan – pukulan kecilnya menyisakan luka, aku selalu rindu untuk pulang, mengecap lahap masakan, dan tidur di hangat pelukan.

Dari racikan tangannya, aku tumbuh jadi perempuan dewasa, luar biasa, sehat, dan juga kuat. Bertubi – tubi duri menyayat hati, bergurat – gurat duka menggores luka, tapi aku bertahan dan berjuang, mengumpulkan serpih – serpih harapan dan keberanian, aku bangkit dari sakit, merangkak, tertatih, berdiri, terjatuh dan berusaha bangkit lagi, berdiri menopang tubuh ini dengan kedua kakiku sendiri. Berdiri dengan tegap, dengan dagu terangkat dan terhormat. Bisikku pada diriku, “Inilah aku, terimalah aku, sambutlah tanganku, karena keputusanku sudah bulat, aku menjad pribadi baru, yang lebih kuat, yang lebih cemerlang, aku, Aurea Nur Afni Handayani.” Kamu pun bisa mengucapkan kalimat ini saat kau merasa lemah dan takut, cukup ganti dengan namamu. Aku biasa mengucapkannya dalam hati sambil bercermin dengan senyuman terindah untuk diriku sendiri.

Dari rahim ibu, lahirlah aku, begitu pula kamu. Perempuan luar biasa, ibu negara, laki – laki kuat, pemimpin dunia, dokter, pengacara, petani, nelayan, jurnalis, astronot, professor, ulama, pendeta, ibu rumah tangga, semua manusia dengan profesinya di seluruh dunia, lahir dari rahim ibu. Ibu, adalah ratu kehidupan, wanita mulia, makhluk Tuhan yang sempurna, yang dimitoskan sebagai ratu kesuburan alam semesta, ibu bumi, penentu awal kehidupan manusia.

Dari rahim perempuan, terlahirlah orang – orang hebat, patutlah kau berjalan tegap dengan dagu terangkat. Jangan menunduk malu, jangan pula ragu, hapus air matamu. Bahkan Tuhan memberikan tempat termulia bagi wanita,'Surga', rumah idaman semua manusia itu, ada ditelapak kaki mu. Tersenyumlah, berbahagialah dengan semua peran dipundakmu, dengan pilihan – pilihan hidupmu, entah sebagai istri pendamping suami, sebagai ibu pendidik dan pembina generasi masa kini, pengatur ekonomi keluarga, Negara atau bahkan dunia, wanita karir dan pencari nafkah tambahan keluarga, sebagai anggota masyarakat, organisasi sosial, atau lembaga kemasyarakatan yang ada, atau apa pun itu, pastikan, kau perempuan sudah mengambil peranan.

Berbanggalah terlahir sebagai perempuan, karena secara etimologis terurai dengan sangat jelas asal katamu ‘Empu’, yang berarti orang yang mahir atau berkuasa, yang bisa juga berarti kepala, atau hulu, atau yang paling besar, yang berkaitan pula dengan ampu sokong, yang berarti memerintah atau penyangga, dan mengampu juga berarti menyangga agar tidak jatuh, menyokong agar tidak runtuh. Kata perempuan berakar erat dengan puan, sapaan hormat untuk perempuan pasangan tuan.

Di belakang lelaki hebat, terdapat perempuan hebat. Dimana pun posisimu, di depankah untuk memimpin, di samping untuk seiring, atau pun di belakang untuk menopang, atau bahkan di posisi ketiganya sekalipun, pastikan itu adalah pilihan hidupmu, sejatinya dirimu. Maka berbahagialah meski terjatuh, karena itu berarti kemuliaan Tuhan akan datang, menjadikanmu lebih kuat dan matang memandang masa depan. Mari berbangga dan berkarya sepenuh hati, kelak tercapai kebahagiaan diri atas penghargaan dan kehormatan yang diberi. Berbahagialah, karena Tuhan memberikan apa yang dibutuhkan, bukan apa yang diinginkan.

Setiap perempuan diciptakan dengan peranan, berharga, berarti, hingga maut menjemput hari. Sudahkah kau tentukan pilihan..?? Selamat berperan.. ;)

Salam..
Aurea Anda.

Sunday, February 27, 2011

Malam hujan..

Jakarta lepas tengah malam,
ricik air dan hembusan angin membungkam,
langit gelap,
seolah-olah air turun dari dekat,
jam satu lewat,
malam terasa begitu senyap,
mengalun harmoni kesunyian,
berdetik-detik seperti jarum jam antik,
menggelitik asik,
memecah kesunyian,
membungkam malam,
hujan,
lelapkan aku di peraduan.

Aurea Anda, @home, 02:30am, 14 Februari 2011.

Saturday, February 26, 2011

Huruf..

Huruf – huruf berserakan dalam ruang layar datar,
membentuk kata dan bunyi,
bunyi hati,
bunyi sunyi,
berbisik berisik,
mengusik – usik asik,
huruf – huruf berserakan,
berantakan,
membentuk kata tanpa makna,
tanpa rasa,
tanpa jiwa,
hampa,
meluncur dari rongga mulutnya,
datar dan nanar,
bunyi hati yang sunyi bernyanyi,
menanti tiga kata yang berarti.

Aurea Anda, @home, 27 Februari 2011, 12:20am

Kita..

Jika engkau laut, maka aku adalah pantai.
Jika engkau mata, maka aku adalah telinga.
Kita tidak sama, tapi kita satu.
Satu hati, satu rasa, satu jiwa.
Karena satu itu menggenapkan, sedangkan dua melenyapkan.

Aurea Anda, @ home, 26 Februari 2011, 11:01pm

Nyanyian bisu

Jakarta pagi,
oksigen dan insect-insect dalam ruangan 5x5m ini tiba-tiba beku,
termasuk diriku,
kelu membisu,
otak buntu,
jemari kaku,
tubuh mulai membiru,
seperti mayat yang terbujur kaku,
kudapati diriku melayang,
pulang,
sebuah senyuman mengantar,
disertai lambaian tangan,
cahaya terang datang menerjang,
seperti pelukan hangat ibu yang rindu,
nyanyian pagi menjemput hari,
mengantar malam yang kurindukan.

Aurea Anda, @home

Thursday, February 17, 2011

Purnama yang menari, tersenyum wajahnya berseri - seri..

Purnama yang menari, tersenyum wajahnya berseri – seri, menerangi gelap malam, mempesonakan, memabukkan, aku dan catatan - catatan, menunggumu datang,
membawa cerita sepanjang perjalanan, dan kecupan.

Purnama yang menari, tersenyum wajahnya berseri – seri, menerangi langitmu kekasihku, disepanjang jalan perkotaan, hingga lorong – lorong gelap pemukiman, hadirkan kehangatan, dari bius dingin angin malam.

Purnama yang menari, tersenyum wajahnya berseri – seri, mempertemukan jiwa - jiwa kelana, bermandikan cahaya surga, dibuai dimanja, laksana raja dan ratu bertahta, di Istana Kerajaan Cahaya.

Purnama yang menari, tersenyum wajahnya berseri – seri, puas hati melukis indah alam mimpi, raga - raga yang terlelap lelah, di peraduan hati.

Aurea Anda, @home, 18 Februari 2011, 06:56am

Monday, February 14, 2011

Tahukah kamu..? Laki-laki itu, begitu mencintaiku. (Part. 2)

Waktu mempertemukan kami, waktu mendekatkan kami, entah bagaimana caranya, waktu menyatukan kami. Bukan sebuah perjalanan yang lancar dan biasa – biasa saja, ini luar biasa. Penuh tantangan, rintangan, dan cobaan. Tapi kami telah sepakat, dan belajar mengarungi dunia bersama.

Tahukah kamu, laki – laki itu begitu mencintaiku, itu lah yang kubaca dari sorot matanya. Bagaimana aku bisa tahu..? Kamu pasti bertanya – tanya. Kamu tak akan percaya betapa ia mencintaiku, dan hanya ingin menyimpanku untuknya saja.

Aku seperti boneka Minmin di cerita komik Jepang, yang akan berubah jadi boneka kecil jika tertidur. Dan untuk mengubahku kembali jadi manusia, dia harus menciumku terlebih dulu. Dia bisa menyimpanku di saku bajunya, dan membawaku serta kemana saja, tak akan ada seorang pun yang melihatku, karena dia hanya ingin aku di dunianya saja, berdua saja, hanya ada aku dan dia.

Ada saat, dimana aku bisa merasakan ketakutan memeluknya erat, begitu kuat, hingga bisa membuatnya berpikir kalap. Saat begitu, aku hanya bisa diam, memilih untuk diam lebih tepatnya, hingga reda gejolak jiwanya. Meskipun harus basah pipi ini, harus pening kepala ini, tapi satu yang aku tahu, semua ini karena dia begitu menyayangiku, sebuah perasaan takut kehilangan, yang mungkin hanya aku dan dia yang bisa memahaminya.

Saat kalut mulai tenang, kutarik dalam udara di luar, kukumpulkan sisa – sisa tenaga untuk merangkai kata. Tak bisa kusembunyikan isakku yang tertahan dalam gelap ruang, kurasa dia tahu, karena suaraku tampak berat bergetar. Kujelaskan perlahan, kusentuh jemarinya pelan, aku mendekat, dan semakin mendekat, kurengkuh hangat tubuhnya, lalu kukecup lembut pipinya, kugenggam erat kedua telapak tangannya dan kutatap matanya lekat - lekat, seraya berkata, ‘aku minta maaf sayang, karena sudah membuatmu marah..’. Masih kupandang kedua bola matanya yang marah, entah apa yang sedang bergejolak di dadanya.

Dia diam, lalu tiba – tiba merengkuh tubuh kecilku dan dipeluknya erat, sangat erat, hingga dadaku terasa sesak. Laki – laki itu berbisik, ‘aku minta maaf sayang..’, seraya mengecupku bertubi – tubi, dan memelukku lebih erat lagi.

Hujan seketika turun, mendamaikan, mendinginkan. Sesak yang menghimpit seketika hilang mendengar kata maaf darinya. Rasa nyaman yang tak tertahan aku rindukan, mungkin terdengar berlebihan, tapi percayalah, saat lelaki itu marah, 1 jam rasanya seperti setahun tak bertemu. Segaris senyum menggores wajahku.

Kutarik tubuhku dari peluknya, kutatap wajahnya lekat, tampak senyum mengembang di pipinya, senyum yang membuatku jatuh cinta, yang terpancar di indah sorot matanya. ‘Aku senang, akhirnya kau kembali menyenangkan, jangan galak – galak sih, cepet tua loh..’ kelakarku menggoda, seraya menghambur ke pelukannya, mengecup pipinya, dan berbisik, ‘jangan takut, aku tidak akan kemana – mana sayang. Trust me.. Aku tak akan pernah pergi jika bukan kau yang menghendaki..’. (to be continued)

Sunday, February 13, 2011

Tahukah kamu, laki - laki itu begitu mencintaiku.. (Part.1)

Dalam sebuah malam pembukaan pameran, kami bertemu. Hanya bertemu begitu saja, sebuah perkenalan yang biasa, dan beberapa detik percakapan. Aku berkarya, dia berkarya. Mata bertemu mata, saling bersitatap se per sekian detik, yang mungkin berarti, ‘KLIK..! suatu hari kita akan bertemu lagi..’.

Merapi. Pentas-pentas di antara pengungsi, secangkir kopi, mempertemukan kami kembali. Dari malam ke malam, dari ruas-ruas jalan di mana abu tebal bertebaran, dari alam yang basah karena hujan, dari secangkir kopi yang menghangatkan, dan obrolan-obrolan menjelang pagi, yang katamu romantis.

Romantis sekaligus manis. Entah apa yang membawa kami sampai di Kalasan pagi itu, berjalan tanpa alas kaki, menyusuri kali yang airnya dingiiin sekali, berkecipak-cipak, dan bercanda dengan aliran air yang tumpah ruah di pinggiran jalan. Pagi masih lembut berselimut kabut, bias-bias cahaya tampak redup.

Suara aliran air gemericik asik. Begitu pun kami, asik saja duduk di pematang, memandang merapi dari kejauhan. Sesekali kami berimajinasi, saling melempar imaji dari berbagai bentuk gumpalan awan. Merapi tampak begitu indah dan jelas dari persawahan Kalasan. Kami diam, asik memandang alam pagi, yang sangat jarang kami temui.

Kebisuan melanda, keusilan menjelma. Setelah lama terduduk dan terdiam, otak jahilnya keluar. Ternyata kamu tipikal laki-laki yang usil bin ajaib. Bagaimana tidak, sosok lelaki misterius dan serius yang tercipta di kepala, sontak hilang karna ulah jahilnya. Mulai dari melempar rumput, menciprat air yang mengembun, hingga meleletkan lumpur basah di kaki dan tanganku. Peperangan pun di mulai, dan tawa kami terburai mengukir indah pagi.

Matahari tampak bersinar di langit timur, bulat sempurna seperti kuning telur, dan ukurannya tampak sebesar lingkar ban dokar. Indaah sekali. Mempesona bola mata kami yang mulai sayup karena kantuk. Kami berjalan bergandengan menyusuri pematang untuk pulang.

Aku tak tahu, mungkin kamu tak tahu, mungkin kami sama – sama tak tahu, mungkin..!, itu yang ada dipikiranku. Tapi hari – hari penuh abu waktu itu, tetap tampak berwarna bagiku. Entah apa namanya, tapi kurasa kami menikmati setiap waktu yang tercipta bersama. (to be continued..)

Monday, February 7, 2011

Selamat Ulang Tahun Ibu Dwi Tartiyasa

Malam,
aku coba mengingat,
pertemuan demi pertemuan.

Pertemuan pertama,
pertemuan kedua,
ketiga,
dan seterusnya,
dan seterusnya.

Dari hari ke hari,
dari malam ke malam,
dari kota ke kota,
dari pentas ke pentas,
dari obrolan ke obrolan,
dari perjamuan ke perjamuan,
dari perayaan ke perayaan.

Mungkin ananda belum banyak mengenal ibu,
pertemuan demi pertemuan begitu saja berlalu.

Ibu,
terkadang bibir ini menjadi kelu,
membisu di hadapanmu,
mungkin ananda masih malu.

Baru saja ananda mendengar kabar itu,
SELAMAT ULANG TAHUN IBU,
hanya untaian doa dan kata,
yang bisa ananda persembahkan untukmu.

Ibu,
dedikasimu menyeruak hari hingga senja,
meski lelah menggores di wajah ayu-mu,
tak ada keluh meluncur dari lisanmu,
ibu tetap tersenyum,
setia mendampingi bapak,
juga anak – anak.

Jika ibu berkenan,
ijinkan ananda bermunajat kepada Tuhan,
semoga ibu sehat dan bahagia sepanjang zaman.

peluk cium sayang,
Ananda.

Aurea Anda, @home, Senin, 7 Februari 2011, 11:30 pm

Sunday, February 6, 2011

Sebuah Monolog Kamar Mandi.. "GONG"

Malam,
gending, tembang macapat, kethoprak, dan arak-arakan masyarakat menyambut perayaan.

Aku tidak tahu betul, apa lakon pementasan semalam. Tapi ada satu dialog, yang membuatku sontak tertawa sinis, meringis, hingga menangis.

Singkat cerita,
tembang-tembang dilantunkan, gamelan dimainkan..

*GONG..


# "Pakne..pakne..aku ki telat lho..!" merajuk suaminya dengan wajah bingung..

## "HEE..??? TELAAT..??" raut wajah sang suami tak kalah bingung..

# "Iyo pakne, 2 minggu. Kemarin iku aku wis nang dokter, kata pak dokter umure wis sesasi pakne."

dengan wajah inosen bercerita perihal kehamilannya..

## "Loh koq wis sesasi to dek..?? Lha emange biasane le menstruasi ki tanggal piro..?"

wajah sang suami semakin bingung..

# "Terakhir yo tanggal 26 November kemarin kui pakne.." wajah istri semakin tampak inosen..

## "sek..sek..sek..Deek, lha awak dewe ki bukannya baru rabi tanggal 10 Desember 2010 kemarin to dek..?? kalau adek wis telat 2 minggu, lak kudune adek iku baru nembung kangmas perihal kehamilan adek itu, nanti tanggal 9 Januari 2011. Sekarang ini kan baru tanggal 31 Desember to dek..?"

raut wajah sang suami tampak berpikir keras, lalu berubah warna KAGET atau BINGUNG, entahlah apa lebih tepatnya..seraya berkata

"Lha berarti, janin yang ada di dalam rahimmu iku anakke sopo..????????"

*GONG..


5 menit menjelang tengah malam,
hening kurasa, meski suara tawa, gamelan, dan tembang-tembang berkumandang.

Ingin ku, menangis, bersujud, mengucap syukur terima kasih pada-MU TUHAN, karena ini semua LUAR BIASA.

Inilah doa-ku yang terkabul..

"Aku ingin pulang membawa tenang, membawa senang."

Aku kembali tertawa,
meringis hingga menangis,
mengingat semua cerita.

Kethoprak ataupun Realita,
adalah panggung sandiwara,
rekayasa cerita,
hanyalah fiktif belaka,
entah siapa yang punya motif,
dengan aktor dan artis yang fantastis,

SELAMAT..! Pementasannya LUAR BIASA..!
sungguh terasa nyata.

Lepas tengah malam,
suara tawa dan tepuk tangan bersahutan.

"Selamat Tahun Baru sayang.."
It's a new year, with all brand new..


Hidup baru, semangat baru, harapan baru, mimpi baru, pencapaian baru, karya baru, dan masa depan yang baru.

Kutatap malam,
langit gelap,
pekat,
hanya ada satu bintang,
tepat di atas kepalaku,
mungkin itu sebuah restu.

Sekali lagi Gong itu dibunyikan..

*GONG..

Aurea Anda

Hujan abu di kotaku

Hujan abu di kotaku,
turun mengendap-endap,
dalam malam gelap.

Hujan abu di kotaku,
turun mengendap-endap,
saat masyarakat tertidur lelap.

Hujan abu di kotaku,
turun mengendap-endap,
dalam diam dingin pekat.

Hujan abu di kotaku,
turun mengendap-endap,
ada rasa takut menyelinap.

Hujan abu di kotaku,
turun mengendap-endap,
menguntai doa dan harap.

Aurea Anda, @kost, Sabtu, 30 Oktober 2010, 03:00 am

Di batas langit senja

Di batas langit senja,
kulihat awan bergerak berarak - arak,
kurasakan langit berotasi atasku,
aku diam,
dan kudapati tubuhku melayang,
menari bersama angin,
berkejaran dengan layang - layang,
mengejar pesawat melesat - lesat,
bermain di atas awan,
dan tertimpa indah cahaya senja,
bercanda dengan burung - burung gereja,
melihat kota Jakarta,
tertawa gembira,
sore ceria.

Aurea Anda, @loteng, Minggu, 6 Februari 2011, 06:12pm

Saturday, February 5, 2011

Senja

Senja,
untaian doa dan puji,
bergema dalam ruang – ruang suci,
angin diam,
burung – burung kecil berlarian pulang ke sarang,
malam datang,
perempuan hujan kesepian,
duduk sendiri,
di sudut ruang sunyi,
berdendang bernyanyi,
menghibur hati,
habiskan malam sendiri.

Aurea Anda, @Home, 30 Januari 2011, 04:27 am

Friday, February 4, 2011

Cita - cita mu apa..?

Malam hujan, gemericik air di luar, hembusan angin, nyanyian indah kesunyian, kureguk sempurna, aroma tanah basah, daun basah, ranting basah, alam basah. Hening malam, kulihat diriku di balik jendela kamar, basah, bermain bersama bulir – bulir air yang tampak menetes dari kejauhan malam. Kusibak tirai jendela, kuperhatikan, aku menari bersama hujan dalam kegelapan malam, kemana saja kau hujan selarut ini baru datang..? aku bisa saja mati kedinginan bermain hujan di tengah malam, atau kau sengaja datang larut untuk mengusir nyamuk – nyamuk nakal, dan memeluk dingin mimpi – mimpi peraduan, akh, apalah alasannya tak jadi soal, aku senang kau datang, sehingga aku tak perlu kipas angin untuk mendinginkan ruang kamar, dan mengoleskan autan.

Kulihat tubuhku kembali pada kenyataan, diam menatap layar putih, dengan kursor yang berkedip – kedip mencuri pandang, belum ada satu pun kata disana, KOSONG. Secangkir kopi menghangatkan malam, kureguk nikmatnya kopi buatan sendiri, mencoba menyenangkan hati, bolehlah sekali – kali, toh beberapa kawan sudah coba menguji dan mencicipi, dan hasilnya cukup teruji. Mungkin suatu hari, boleh juga punya warung kopi sendiri, tempat berkumpul kawan – kawan pecinta seni, atau siapa pun pecinta kopi. Aku tersenyum, geli sendiri, MIMPI..!!

Kembali pada kenyataan layar putih yang masih kosong, yang mungkin sedang menanti sedari tadi, untaian kata kutorehkan di halaman putihnya. Aneh, saat kebanyakan manusia berlomba – lomba memuluskan dan memutihkan kulitnya, layar ini malah menanti kucoret – coret sebanyak - banyaknya, atau bahkan kalau perlu kuberi warna. Akh, pikiran liar alam bawah sadar yang sembarangan, mungkin aku sudah edan, memikirkan hal – hal yang tidak masuk akal, khayal. Yah namanya juga berimajinasi, mimpi, bukannya ini jam nya bermimpi..? Bermimpilah sebelum mimpi itu dilarang, kenapa musti takut..? Wong ga bayar, jadi teringat pertanyaan yang sama dari seorang kawan.

‘Cita – cita mu, ingin jadi apa..?’ aku terdiam, berfikir cukup lama untuk menjawab pertanyaannya, dan tawanya terburai melihat wajahku yang semakin bingung melihat tawanya yang terbahak - bahak, ‘wong cuma tinggal jawab aja koq bingung, Cuma disuruh mimpi aja koq ga brani, wong ga disuruh bayar..GRATIIISS..!!’, katanya. Dan tawanya kembali membahana, tawa yang lebih mirip ekspresi keprihatinan terhadap mental manusia bangsa ini, yang mungkin sudah tak banyak lagi, yang berani punya mimpi.

Bagaimana dengan kamu, cita – citamu apa..? :)


Best Regard,
Aurea Anda

@Home, 4 February 2011, 03:49 am